Minggu, Oktober 19, 2008

SOPAN FORMAL YANG (terkadang) MENJEMUKAN


pre focus group Forum Peningkatan Kinerja BRI Gresik di Batu, 15-16 Nop 2008


Yang sedang trend saat ini di dunia pelayanan atau jasa adalah standart pelayanan baik untuk menjual jasa atau menjual barang agar customer, pelanggan, klien, konsumen merasa puas dan terlayani dengan baik. Seperti yang sering kita lihat di beberapa tempat dimana resepsionis hotel, customer service di perbankan atau usaha jasa lainnya, pramugari pesawat terbang, pramuniaga di counter – counter pusat perbelanjaan, di rumah sakit – rumah sakit dan lain – lain. Mereka berlomba – lomba untuk berbahasa dan bersikap yang memenuhi standart tertentu agar pelayanan tersebut dapat dikategorikan baik dan bagus. Pelatihan – pelatihan dan meeting – meeting diadakan oleh masing – masing perusahaan tersebut agar para karyawannya terutama yang terkait secara langsung dengan pelayanan kepada customer, klien, pelanggan, konsumen dapat secara optimal memberikan pelayanan yang terbaik dan terbagus.


Namun sepertinya mereka hanya melakukan untuk kepentingan profesionalisme, kurang menyentuh dan tidak timbul dari lubuk hati yang paling dalam sehingga terkesan pelayanan tersebut tidak dilakukan secara iklas. Sepertinya mereka hanya memenuhi standart pelayanan yang diwajibkan oleh perusahaan pemberi kerja. Senyum mereka hanya senyum formal sebagai kewajiban profesional dan sikap sopan mereka serasa hambar.

Buktinya begitu usai jam kerja atau oper shift, sikap mereka kembali cuek dan acuh tak acuh terhadap para customer, klien, pelanggan dan konsumen meski mereka masih berada di dalam area perusahaan tempat mereka bekerja. Terlihat jelas karena seragam mereka masih melekat.

Setidaknya meskipun mereka telah lepas jam kerja atau oper shift, mereka masih dapat menerapkan standart pelayanan antara lain dengan bertegur sapa terhadap orang – orang di sekitar tempat mereka bekerja atau minimal tersenyum. Sekali lagi ini masih di dalam area tempat mereka melakukan pekerjaan, sehingga nama perusahaan masih terbawa meski mereka tidak sedang melakukan pekerjaan rutin sebagai tenaga pelayanan.


Standart pelayanan yang diterapkan oleh perusahaan – perusahaan yang menjual jasa, perusahaan – perusahaan yang berhubungan dengan pelayanan umum sangat bagus dan memang seharusnya demikian agar tujuan perusahaan untuk memuaskan customer, klien, pelanggan, konsumen dapat tercapai sehingga mereka akan kembali untuk bertransaksi di perusahaan tersebut.


Lain halnya dengan perusahaan – perusahaan yang telah lama melakukan pelayanan terbaiknya namun tidak standart atau baku, para tenaga pelayanannya telah melakukan dengan cara mereka sendiri dengan berimprovisasi sehingga tetap terjalin kedekatan hubungan antara mereka yaitu antara tenaga pelayanan dengan customer, klien, pelanggan dan konsumen yang mereka layani. Mereka yang melayani melakukannya dengan tulus iklas demikian pula yang dilayani. Tidak hambar karena diantara mereka sering terlibat sendau gurau dan canda tawa bahkan yang sudah terlanjur akrab diantara mereka saling menanyakan tentang kabar masing – masing. Sungguh luar biasa indahnya. Tidak baku dan hambar serta hanya untuk memenuhi tuntutan standart pelayanan perusahaan tempat mereka bekerja.


Standart pelayanan harusnya disertai dengan upaya dan perasaan seolah – olah telah terjalin hubungan yang lama diantara mereka sehingga pelayanan yang diberikan dapat lebih membumi, dapat lebih terasa oleh customer, klien, pelanggan, konsumen sehingga pengguna pelayanan tidak hanya merasa bahwa mereka mendapatkan pelayanan hanya karena mereka membayar, bukan karena formalitas dan sekedar tuntutan profesionalisme pekerjaan.


Pernahkah melihat dan menyaksikan penerapan standart pelayanan dari perusahaan nasional yang diterapkan di beberapa cabang - cabang atau kantor – kantor perwakilannya di daerah – daerah atau kota – kota kecil di sebagian pelosok nusantara. Diantara mereka yaitu pemberi layanan dan penerima layanan, sebetulnya telah terjalin hubungan emosional yang jauh melebihi dari sekedar hubungan pemberi dan penerima layanan. Tiba – tiba keharusan guna memenuhi standart pelayanan yang dibakukan oleh kantor pusatnya, hubungan tersebut menjadi terlihat sebaliknya lucu dan hambar. Nampak aneh karena hubungan diantara mereka telah terbiasa menerapkan sikap dan perilaku yang jujur dan tidak dibuat – buat untuk kemudian harus berubah sesuai dengan standart pelayanan yang diterima dari Jakarta. Bahasa “prokem” nya pun dianggap tidak sah dan tidak memenuhi standart pelayanan. Mereka, masyarakat penerima layanan di jejali oleh “budaya kota” yang belum tentu cocok dengan nilai budaya dan kebiasaan yang telah puluhan tahun mereka lakukan dan kerjakan di daerah. Tujuan utama standart pelayanan adalah agar supaya penerima layanan merasa terpuaskan dan akan kembali lagi untuk bertransaksi ke perusahaan tersebut. Di daerah, mereka melakukanya tidak hanya di area pekerjaan saja, diluar area pekerjaan dan di kehidupan sehari – hari mereka telah melakukannya setiap kali bertemu. Hal yang telah demikian indahnya haruskah dirubah untuk sekedar memenuhi standart pelayanan yang diterapkan oleh kantor pusatnya. Penerapan standart pelayanan tercipta sebagai akibat kekurang dekatan hubungan antara tenaga pemberi layanan dengan penerima layanan, sehingga diperlukan sebuah formula yang mengharuskan tenaga pemberi layanan memberikan layanan terbaiknya kepada penerima layanan sebagai imbalan rupiah yang telah diberikan. Hubungan mereka tercipta secara professional, kurang tulus dan terasa hambar.


Kiranya, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan tentang penerapan budaya pelayanan yang kurang membumi dan hanya sekedar memenuhi standart layanan yang selama ini telah banyak dilakukan oleh tenaga – tenaga pelayan di perusahaan – perusahaan yang acap kali berhubungan dengan pelayanan umum. Mungkin, banyak faktor yang menyebabkan kekurang membumi dan hanya sekedar memenuhi standart layanan dari seorang tenaga pelayan yang mengakibatkan mereka melakukan hanya sekedarnya, hanya untuk memenuhi tuntutan perusahaan agar tidak terkena penilaian negative dari perusahaan.

Karena, kami sebagai penikmat layanan terkadang ingin tertawa (bukan bermaksud melecehkan) dan bertanya kembali di dalam hati, "bukannya lain ladang lain belalang lain kolam lain pula ikannya". Tidak dapat di generalisasi atau dalam bahasa Inggrisnya tidak bisa di “Gebyah Uyah” untuk diterapkan di seluruh daerah.

Tetapi semua berpulang kepada kita selaku penikmat pelayanan. Toch, masih lebih baik dan lebih bagus dibandingkan apabila tidak dilayani sesuai dengan standart pelayanan.
Bukan begitu?

Tidak ada komentar: