Senin, Juni 30, 2008

Coro liyo ben Mulyo

Disaat seperti ini dimana daya beli sangat lemah terutama dari golongan middle – low. Investasi apapun yang sifatnya ditujukan kepada golongan tersebut sangat sulit untuk mendapat profit besar di masa yang akan datang. Apresiasi nilai yang diharapkan dari investasi cenderung lambat pertumbuhannya, sebaliknya investasi untuk golongan middle – up akan lebih memberikan apresiasi nilai dari investasi yang ditanam, sebabnya karena daya beli relative kecil pengaruhnya dan tidak melemah. Golongan mereka banyak uang meskipun kondisi perekonomian memburuk, mereka hanya sedikit terguncang ibaratnya seperti melewati jalan yang tidak mulus saja bukan seperti melewati jurang terjal serasa seperti off road.

Pengusaha yang bijak atau masyarakat biasa sekalipun yang mungkin memiliki sedikit kelebihan dana dan mampu membaca peluang mestinya dapat memanfatkkan dengan menginvestasikannya kepada sektor – sektor yang banyak diminati oleh golongan masyarakat middle – up, dapat apa saja dan sektornya pun banyak. Contoh yang sederhana saja, disaat harga property akan naik menjelang kenaikan harga BBM, tidak serta merta diikuti dengan peningkatan daya beli masyarakat atas propeti dimaksud terutamanya untuk type property kurang dari type 36. Namun mari kita bandingkan dengan property – property kelas menengah keatas, rumah model cluster, regency, apartemen maupun kondominium. Mereka berbondong – bondong untuk segera melakukan transaksi pembelian agar harga yang didapat merupakan harga lama sebelum konversi setelah kenaikan harga BBM. Keuntungan bagi pengusaha property adalah kenaikan omset dan profit margin disaat kemampuan daya beli masyarakat menurun.

Bagi masyarakat biasa golongan middle-up yang melakukan pembelian property dengan tujuan melakukan investasi di masa yang akan datang keuntungannya adalah kenaikkan harga property di lingkungan hunian middle-up akan terus berkembang berbeda dengan property di lingkungan type rumah dibawah type 36. Dari masa ke masa kebutuhan akan property akan terus bertambah, kenaikan harga property middle-up akan terus berlangsung dikarenakan kebutuhan akan property dan daya beli cenderung meningkat sedangkan harga property middle-low meskipun kebutuhan property meningkat namun dikarenakan daya beli yang melemah maka pertumbuhan harganyapun relative tidak dapat meningkat, dengan harga tetap saja belum tentu dapat meningkatkan daya beli.

Sementara sambil menunggu waktu penjualan kembali property yang merupakan obyek investasi bagi golongan middle-up dalam waktu penantian dapat dilakukan sewa kepada orang lain dengan nilai kontrak yang jauh lebih tinggi. Contoh riilnya demikian, nilai kontrak rumah di lingkungan type rumah dibawah type 45 kurang lebih maksimal kisaran Rp 5.000.000,- per tahun dengan harga rumah maksimal Rp 150 juta. Bandingkan dengan nilai kontrak rumah di lingkungan cluster dan regency kurang lebih Rp 20 jutaan per tahun dengan harga rumah berkisar antara Rp 250 juta sampai dengan Rp 300 juta. Harga pembelian rumahnya separo namun added value yang didapat empat kali lipatnya.

Oleh karena itu, golongan menengah yang terdiri dari para profesional dengan gaji rata – rata enam juta sampai dengan sepuluh juta per bulan. Mereka bukan berasal dari golongan pengusaha. Namun dengan intuisi pengusaha mereka dapat melakukan trik – trik yang dapat memberikan keuntungan dan menambah penghasilan mereka diluar gaji yang telah diterima setiap bulannya. Dengan cara berinvestasi yang tepat dan cerdas, dan untuk sementara waktu mengesampingkan keinginan konsumtifnya dengan tidak melakukan pembelian kendaraan pribadi varian terbaru yang mana nilai depresiasinya sangat tinggi. Seperti contoh riil tersebut diatas apabila diteruskan, nilai investasi property middle-up dalam jangka waktu tiga tahun kedepan saja kelipatannya akan jauh meninggalkan golongan property middle-low. Wajar saja kalau lirik lagu salah satu penyanyi benar adanya, dimana yang kaya makin kaya.

Ternyata masih ada peluang bagi golongan middle-up dalam menyikapi depresiasi nilai rupiah dan keterpurukan perekonomian nasional ini. Lepas dari kesenjangan sosial tersebut diatas, dalam menyikapi hal tersebut golongan middle-up pun terutama dari golongan profesional dan bukan pengusaha, harus pintar dan cerdas dalam mengambil peluang, kalau mereka tidak mau ikut – ikutan terjerumus ke dalam keterpurukan perekonomian nasional.

Tidak ada komentar: