Sabtu, Juni 28, 2008

Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja

Bagi kebanyakan orang Jawa tidak terkecuali masyarakat Jawa Timur terutamanya kepara orang tua kita dahulu, apabila salah satu dari anak-anaknya sering sakit – sakitan maka salah satu upaya yang dilakukan dengan cara mengganti nama, mungkin disebabkan karena nama lama terasa berat dan membebani serta kurang pas dengan sosok anaknya atau karena sebab lain.
Bagaimana dengan Indonesia, setelah sepuluh tahun Reformasi, setelah nyaris enam puluh tiga tahun Indonesia Merdeka dan setelah seratus tahun Kebangkitan Nasional, hasil yang diraih jauh dari harapan para pendahulu kita, rasa yang kita nikmati saat ini jauh dari rasa nikmat manisnya kemerdekaan. Bahkan ternyata kita belum benar – benar merdeka. Maka merunut kebiasaan adat di Jawa termasuk didalamnya masyarakat Jawa Timur, perlukah orde Reformasi berganti nama? Semisal menjadi orde Gemah Ripah Loh Jinawi begitu?
Sembilan bahan pokok yang merupakan kebutuhan dasar warga negara masih tetap saja mahal, antrian minyak tanah dan beras miskin terjadi dimana – mana, kejadian ini hampir sama ketika Indonesia belum lama memproklamirkan kemerdekaannya.
Lalu kemana saja kita selama enam puluh tiga tahun? Reformasi, yang katanya merupakan kunci perubahan telah digulirkan sepuluh tahun silam, ternyata tetap saja tidak mampu melakukan perubahan – perubahan kearah kebaikan. Reformasi hanya menggantikan baju dan atribut, dari baju doreng menjadi baju safari.
Hampir semua yang berbau orde sebelumya dianggap salah dan dibuang jauh – jauh, alergi katanya. Orde pengganti dijadikan dewa yang suci dan tanpa cacat. Yang mereka lakukan tidak lebih dari sekedar kudeta, dan tanpa konsep yang jelas untuk segera melakukan perubahan. Yang penting mengganti penguasa lama dengan wajah baru. Mereka hanya bosan karena selama tiga puluh dua tahun foto penguasa yang terpampang di dinding kantor – kantor pemerintahan dan swasta hanya itu – itu saja, butuh foto pengganti.
Rakyat kecil tidak butuh orde – orde-an, tidak butuh reformasi dan tetek bengek nya, ibaratnya dipimpin setan gundul sekalipun kalau dapat melakukan perubahan – perubahan nyata itu akan lebih baik.
Dengan tidak dinaikkannya harga BBM saja leher rakyat kecil sudah sangat tercekik, mereka tidak mau tahu lagi apabila harga BBM tidak dinaikkan akan terjadi kebangkrutan nasional. Toh saat ini saja mereka sudah merasa bangkrut, sudah tidak ada lagi pos pengeluaran yang dapat dilakukan penghematan, semua harga kebutuhan pokok telah membumbung tinggi dan tidak terjangkau lagi. Bagi mereka mungkin akan lebih baik kalau terjadi kebangkrutan nasional sehingga semua dapat merasakan.
Jangan tanyakan lagi tentang rasa nasionalisme kepada rakyat kecil, karena rasa nasionalisme rakyat kecil hanya mengekor dan mencontoh kepada para penguasa dan pemimpinnya.
Solusi pemberian BLT ( Bantuan Langsung Tunai) ibarat obat sakit kepala yang banyak dijual bebas di pasaran, sekedar penghilang rasa sakit sementara.
Yang mengherankan adalah, para pemimpin beserta pembantunya bukan merupakan sekumpulan orang – orang yang tidak pintar dan tidak tahu, sebaliknya mereka adalah sekumpulan orang – orang pintar dan ahli dalam bidangnya akan tetapi yang lebih mengherankan mengapa tetap saja Indonesia masih terpuruk meski reformasi telah bergulir selama sepuluh tahun, atau kita mengikuti saja kebiasaan adat Jawa dengan mengganti nama Reformasi, misalnya menjadi nama orde Gemah Ripah Loh Jinawi begitu? Agar dapat lebih memicu dan memacu langkah supaya saat Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja itu dapat segera terwujud?
Wallahualam

Tidak ada komentar: